PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2021
TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PENERBANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan;
Mengingat
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PENERBANGAN.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
2. Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk Penerbangan.
3. Pesawat Terbang adalah Pesawat Udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.
4. Helikopter adalah Pesawat Udara yang lebih berat dari udara, bersayap putar yang rotornya digerakkan oleh mesin.
5. Pesawat Udara Indonesia adalah Pesawat Udara yang mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia.
6. Pesawat Udara Sipil adalah Pesawat Udara yang digunakan untuk kepentingan Angkutan Udara Niaga dan bukan niaga.
7. Pesawat Udara Sipil Asing adalah Pesawat Udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga yang mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan negara asing.
8. Kelaikudaraan adalah terpenuhinya persyaratan desain tipe Pesawat Udara dan dalam kondisi aman
untuk beroperasi.
9. Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan Pesawat Udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/ atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.
10. Angkutan Udara Niaga adalah Angkutan Udara untuk umum dengan memungut pembayaran.
11. Angkutan Udara Bukan Niaga adalah Angkutan Udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang Angkutan Udara.
12. Angkutan Udara Dalam Negeri adalah kegiatan Angkutan Udara Niaga untuk melayani Angkutan Udara dari satu bandar udara ke bandar udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13. Angkutan Udara Luar Negeri adalah kegiatan Angkutan Udara Niaga untuk melayani Angkutan Udara dari satu bandar udara di dalam negeri ke bandar udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebaliknya.
14. Angkutan Udara Perintis adalah kegiatan Angkutan
Udara Niaga dalam negeri yang melayani jaringan dan Rute Penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.
15. Rute Penerbangan adalah lintasan Pesawat Udara dari bandar udara asal ke bandar udara tujuan melalui jalur Penerbangan yang telah ditetapkan.
16. Badan U saha Angkutan U dara adalah badan usaha milik negara, ba-dan usaha milik daerah, atau _badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan Pesawat Udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran.
1 7. Tanggung Jawab Pengangkut adalah kewajiban perusahaan Angkutan Udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.
18. Kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh Pesawat Udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama Penerbangan, barang bawaan, atau barang yang tidak bertuan.
19. Pengangkut adalah Badan Usaha Angkutan Udara Niaga, pemegang izin kegiatan Angkutan Udara Bukan Niaga yang melakukan kegiatan Angkutan Udara Niaga berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini, dan/atau badan usaha selain Badan Usaha Angkutan Udara Niaga yang membuat kontrak perjanjian Angkutan Udara Niaga.
20. Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian Angkutan Udara antara penumpang dan Pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan Pesawat Udara atau diangkut dengan Pesawat Udara.
21. Keterlambatan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan.
22. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam mclaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas Pesawat Udara, penumpang, Kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
23. Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah sistem Kebandarudaraan secara nasional yang menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografi, keterpaduan intra dan antarmoda transportasi, kelestarian lingkungan, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya.
24. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat Pesawat Udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
25. Bandar Udara Khusus adalah Bandar Udara yang hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.
26. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah daratan dan/ atau perairan serta ruang udara di sekitar Bandar Udara yang digunakan untuk kegiatan operasi Penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
27. Badan Usaha Bandar Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan Bandar Udara untuk pelayanan umum.
28. Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga pemerintah di Bandar Udara yang bertindak sebagai penyelenggara Bandar Udara yang memberikan jasa pelayanan Kebandarudaraan untuk Bandar Udara yang belum diusahakan secara komersial.
29. Navigasi Penerbangan adalah proses mengarahkan gerak Pesawat Udara dari satu titik ke titik yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya dan/ atau rintangan Penerbangan.
30. Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, Pesawat Udara, Bandar Udara, Angkutan Udara, Navigasi Penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
31. Keamanan Penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan pelindungan kepada Penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur.
32. Lisensi adalah surat izin yang diberikan kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk melakukan pekerjaan di bidangnya dalam jangka waktu tertentu.
33. Sertifikat Kompetensi adalah tanda bukti seseorang telah memenuhi persyaratan pengetahuan, keahlian, dan kualifikasi di bidangnya.
34. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/ atau kegiatannya.
35. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang• Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
36. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
37. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penerbangan.
38. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau
korporasi.
BAB II
PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA
Pasal 2
Pembangunan Bandar Udara dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Menteri yang mengacu pada pedoman teknis yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung.
Pasal 3
Pembangunan Bandar Udara yang diprakarsai oleh Pemerintah Pusat, anggaran pembangunan Bandar Udara ditetapkan sesuai dengan rnekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 4
Dalam Pembangunan Bandar Udara wajib memenuhi ketentuan:
a. melaksanakan pekerjaan pembangunan Bandar Udara sesuai dengan rencana induk Bandar Udara;
b. bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan Bandar Udara yang bersangkutan;
c. menaati peraturan perundang-undangan di bidang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan serta pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. memberikan akses terhadap pelaksanaan pengawasan dalam pembangunan Bandar Udara;
e. melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan Bandar Udara secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri, gubernur, dan/ atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya; dan
f. melaporkan hasil pembangunan Bandar Udara kepada Menteri setelah selesainya pembangunan Bandar Udara.
BAB III
KELAIKUDARAAN DAN PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA
Pasal 5
(1) Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, dan baling• baling Pesawat Terbang yang akan dibuat untuk digunakan secara sah harus memiliki rancang bangun.
(2) Rancang bangun Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, dan baling-baling. Pesawat Terbang sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus mendapat persetujuan dari Menteri.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian sesuai dengan standar Kelaikudaraan.
Pasal 6
( 1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan rancang bangun Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, dan baling-baling Pesawat Terbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mengacu pada standar rancang bangun yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Dalam hal rancang bangun Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, dan baling-baling Pesawat Terbang yang akan diproduksi, harus dilakukan oleh badan hukum yang telah mendapat sertifikat organisasi
rancang bangun dari Menteri.
(3) Sertifikat organisasi rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. menyerahkan aplikasi sertifikasi organisasi rancang bangun;
b. memiliki surat izin usaha untuk pemohon dalam negeri;
c. memiliki sertifikat organisasi rancang bangun dari otoritas negara asal untuk aplikan luar negeri;
d. memiliki organisasi, prosedur kerja dan sumber daya manusia yang memadai; dan
e. menyelesaikan 5 (lima) fase sertifikasi.
Pasal 7
(1) Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, atau baling• baling Pesawat Terbang yang dibuat berdasarkan rancang bangun untuk diproduksi, harus memiliki sertifikat tipe yang diterbitkan oleh Mentcri.
(2) Sertifikat tipe sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan setelah dilakukan pemeriksaan kesesuaian terhadap standar Kelaikudaraan rancang bangun dan telah memenuhi uji tipe.
(3) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi:
a. pengujian rangka;
b. pengujian mesin;
c. pengujian fungsi sistem di darat;
d. pengujian fungsi sistem di udara; dan e. pengujian kemampuan terbang.
Pasal 8
(1) Setiap Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, dan baling-baling Pesawat Terbang yang dirancang dan diproduksi di luar negeri dan diimpor ke Indonesia harus mendapat sertifikat validasi tipe yang diterbitkan oleh Menteri.
(2) Sertifikat validasi tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian antarnegara di bidang Kelaikudaraan.
(3) Sertifikat validasi tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah lulus pemeriksaan untuk memastikan kesesuaian persyaratan terhadap standar Kelaikudaraan rancang bangun di Indonesia dan telah memenuhi uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2).
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
paling sedikit meliputi:
a. surat rekomendasi dari otoritas negara asal;
b. sertifikat tipe dan lembar data sertifikat tipe yang dikeluarkan oleh otoritas negara asal; dan
c. dokumen lain yang dibutuhkan dalam proses sertifikasi tipe dan dokumen yang dikeluarkan untuk menjaga keberlangsungan Kelaikudaraan.
Pasal 9
( 1) Setiap perubahan terhadap rancang bangun Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, atau baling-baling Pesawat Terbang yang telah mendapat sertifikat tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus mendapat persetujuan dari Menteri.
(2) Persetujuan perubahan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan setelah dilakukan pemeriksaan kesesuaian rancang bangun dan uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(3) Perubahan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. persetujuan perubahan;
b. sertifikat tipe tambahan; atau c. amendemen sertifikat tipe.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar Kelaikudaraan, tata cara dan prosedur mendapatkan persetujuan rancang bangun, sertifikat organisasi rancang bangun, sertifikat tipe, sertifikat validasi tipe dan persetujuan perubahan terhadap rancang bangun Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, atau baling-baling Pesawat Terbang diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 11
( 1) Setiap badan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan produksi dan/ atau perakitan Pesawat Udara, mesin Pesawat Udara, dan/atau baling-baling Pesawat Terbang wajib memiliki sertifikat produksi yang diterbitkan oleh Menteri.
(2) Untuk memperoleh sertifikat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan hukum Indonesia paling sedikit harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki sertifikat tipe atau memiliki lisensi produksi atau memiliki kerja sama dengan organisasi rancang bangun pembuatan berdasarkan perjanjian dengan pihak lain;
b. fasilitas dan peralatan produksi;
c. struktur organisasi paling sedikit memiliki unit bidang produksi dan unit kendali mutu;
d. personel produksi dan kendali mutu yang kompeten;
e. sistem pemeriksaan produk dan pengujian produksi;
f. memiliki pedoman sistem manajemen mutu untuk mempertahankan kinerja produksi secara
terus menerus; dan
g. memiliki pedoman
keselamatan.
(3) Sertifikat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1) diberikan setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian yang hasilnya memenuhi standar Kelaikudaraan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur untuk memiliki sertifikat produksi diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 12
Setiap Pesawat Udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran.
Pasal 13
Pesawat Udara Sipil yang wajib didaftarkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan tidak terdaftar di negara lain dan:
a. dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia;
b. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terus• menerus berdasarkan perjanjian;
c. dimiliki oleh instansi Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dan Pesawat Udara tersebut lidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau
d. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang Pesawat Udaranya dikuasai oleh badan hukum Indonesia berdasarkan suatu perjanjian yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan Pesawat Udara.
Pasal 14
(1) Pendaftaran Pesawat Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diajukan oleh pemilik atau yang diberi kuasa dengan persyaratan:
a. menunjukkan bukti kepemilikan atau penguasaan Pesawat Udara;
b. menunjukkan bukti penghapusan pendaftaran atau tidak didaftarkan di negara lain;
c. memenuhi ketentuan persyaratan batas usia
Pesawat Udara yang ditetapkan oleh Menteri;
d. bukti asuransi Pesawat Udara; dan
e. bukti terpenuhinya persyaratan pengadaan
Pesawat Udara.
(2) Pesawat Udara yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi sertifikat pendaftaran yang diterbitkan oleh Menteri.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf e dikecualikan untuk pendaftaran Pesawat Udara tanpa awak.
Pasal 15
Pesawat Udara yang telah memiliki tanda pendaftaran dapat dihapus tanda pendaftarannya jika:
a. permintaan dari pemilik atau orang perseorangan yang diberi kuasa dengan ketentuan:
1. telah berakhirnya perjanjian sewa guna usaha;
2. diakhirinya perjanjian yang disepakati para pihak;